Minggu, 03 Juli 2011
Mu'tazilah mempunyai 5 ajaran pokok atau disebut dengan Al-Ushul Al-Khomsah. Kelima ajaran Mu'tazilah yang tertuang dalam Al-Ushul Al-Khomsah adalah At-Tauhid (pengesan Allah), Al-Adl (keadilan Tuhan), Al-Wa'd wa Al-Wa'id (janji dan ancaman Tuhan), Al-Manzilah bain Al-Manzilatain (posisi dintara 2 posisi), dan Al-Amr bi Al-Ma'ruf wa An-Nahy an Al-Munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran)
Asy’ariyahperbedaan kerangka berpikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam.
1. Aliran Antroposentris
Menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat intrakosmos dan personal.
2. Teolog Teosentris
Hakikat realitas transenden bersifat suprakosmos personal dan ketuhanan.
3. Aliran Konvergensi / Sintesis
Hakikat realitas transenden bersifat supra sekaligus intrakosmos, personal dan impersonal.
4. Aliran Nihilis
Hakikat realitas transendental hanyalah ilusi.
Sebenarnya, antara Asy’ariyah dan Maturidiyah sendiri memiliki beberapa perbedaan, di antaranya ialah dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Tentang sifat Tuhan
Pemikiran Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang relatif sama. Bahwa Tuhan itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan Mengetahui dengan sifat Ilmu-Nya, bukan dengan zat-Nya. Begitu juga Tuhan itu berkuasa dengan sifat Qudrah-Nya, bukan dengan zat-Nya.
2. Tentang Perbuatan Manusia
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Menurut Maturidiyah, perbuatan manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia itu sendiri. Dalam masalah ini, Maturidiyah lebih dekat dengan Mu`tazilah yang secara tegas mengatakan bahwa semua yang dikerjakan manusia itu semata-mata diwujdukan oleh manusia itu sendiri.
3. Tentang Al-Quran
Pandangan Asy`ariyah sama dengan pandangan Maturidiyah. Keduanya sama-sama mengatakan bahwa Al-quran itu adalah Kalam Allah Yang Qadim. Mereka berselisih paham dengan Mu`tazilah yang berpendapat bahwa Al-Quran itu makhluq.
4. Tentang Kewajiban Tuhan
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Maturidiyah berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Pendapat Maturidiyah ini sejalan dengan pendapat Mu`tazilah.
5. Tentang Pelaku Dosa Besar
Pandangan Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sama-sama mengatakan bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dan tidak gugur ke-Islamannya. Sedangkan Mu`tazilah mengatakan bahwa orang itu berada pada tempat diantara dua tempat “Manzilatun baina manzilatain”.
6. Tentang Janji Tuhan
Keduanya sepakat bahwa Tuhan akan melaksanakan janji-Nya. Seperti memberikan pahala kepada yang berbuat baik dan memberi siksa kepada yang berbuat jahat.
7. Tetang Rupa Tuhan
Keduanya sama-sama sependapat bahwa ayat-ayat Al-Quran yang mengandung informasi tentang bentuk-bentuk pisik jasmani Tuhan harus ditakwil dan diberi arti majaz dan tidak diartikan secara harfiyah. Aidah pokok(terlahir adanya kepahaman,tidak ada unsur2 kelompok,dasarnya quran dan sunnah,tidak ada perbedaan pendapat)
Fahaman Jabariyah mengajarkan bahawa manusia tidak mempunyai kehendak dan pilihan sendiri dalam segala perbuatannya kerana segalanya telah ditentukan dan diputuskan Allah. Seluruh makhluk dikatakan majbur, iaitu dipaksa atau terikat dan semua perbuatan mereka sejak awal kejadiannya lagi telah diketahui Allah dan berlaku dengan kudrat dan iradat-Nya. Inti pendapat fahaman Jabariyah ialah kudrat dan iradat Allah adalah umpama alat yang membeku dan mencabut kekuasaan manusia sama sekali. Segala pekerjaan dan gerakgeri yang dilakukan manusia sehari-hari merupakan paksaan daripada Allah semata-mata, tanpa sedikit pun campur tangan mereka. Ertinya, semua kebaikan dan kejahatan yang dibuat manusia adalah semata-mata paksaan Allah kendatipun nanti perbuatan manusia itu akan dibalas dengan syurga bagi perbuatan baik, atau neraka bagi perbuatan jahat. Lawan Jabariyah ialah faham Qadariyah - menolak langsung adanya qadak dan qadar (takdir atau ketentuan Allah) dalam perbuatan dan usaha manusia. Golongan ini menuduh orang yang menganggap perbuatan dan nasib manusia itu hanya ditentukan qadar Allah semata-mata adalah sesat. Sebab, itu bermakna Allah menjadi sebab kepada segala kejahatan manusia sejak awal lagi, sedangkan adalah mustahil Allah melakukan kejahatan. Qadariyah menghujahkan bahawa disebabkan Allah itu adil, Dia akan menghukum orang yang berbuat salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Lantaran itu, jika Allah sudah menentukan lebih dahulu nasib manusia, maka Dia pasti bersikap zalim. Itulah sebabnya fahaman Qadariyah berpendirian manusia seharusnya bebas menentukan sendiri nasibnya dengan memilih melakukan sama ada perbuatan yang baik ataupun yang jahat. Ini bermakna manusia harus mempunyai 'kebebasan mutlak' memilih mencipta dan menguasai segala perbuatan dalam menjalani kehidupannya. Pertentangan hebat dua golongan ini telah mengeliru dan memecahbelahkan umat Islam ketika itu. Kededua fahaman itu banyak bercanggah dengan maksud risalah Islam itu sendiri yang mengakui adanya pilihan (ikhtiar) dan keinginan atau kecenderungan (iradah) bagi setiap manusia untuk berbuat kebaikan menurut batas yang sudah ditentukan Allah (rujuk Al-Quran, Surah An-Nisa', ayat 78), tetapi yang manusia tidak mengetahui hakikat kejadiannya (Surah Asy-Syafaat, ayat 96). Ketika membahaskan isu kemiskinan, Profesor Syekh Muhammad Yusuf Al-Qardhawy dalam bukunya terjemahan bahasa Indonesia, Problema Kemiskinan: Apa Konsep Islam, dengan tegas menentang pandangan Jabariyah terhadap kemiskinan. Menurut Jabariyah, kemiskinan, seperti juga kekayaan, adalah perkara yang sudah dipastikan dan ketentuan yang sudah diberi, tiada yang dapat menolaknya, dan tiada satu usaha pun yang dapat menghindarinya. Disebabkan kekayaan yang ada pada orang kaya adalah atas kehendak Allah, demikian pula kemiskinan yang ada pada orang miskin juga atas kehendak Allah, bahkan sudah diredai-Nya, maka hendaklah setiap orang reda menerima ketentuan Allah itu dan jangan menuntut untuk mengganti atau merubahnya. Bidas Profesor Al-Qardhawy, pandangan Jabariyah bak batu penghalang yang menjejas potensi ummah. Sikap begini berlawanan dengan tuntutan agama yang melihat kemiskinan sebagai satu bahaya kepada akidah, etika dan moral, fikiran manusia, kehidupan berumah tangga dan ketenteraman kehidupan masyarakat. Membiarkan kemiskinan sebagai takdir yang tidak perlu ditangani bererti menolak bekerja sebagai senjata utama memerangi kemiskinan, sedangkan bekerja adalah modal pokok mencapai kekayaan dan faktor dominan mencipta kemakmuran. Kenyataan di sekeliling menunjukkan masih terdapat kelompok orang yang bersikap lebih memilih membuang masa mengerjakan pekerjaan yang tidak produktif, sebaliknya kurang bersungguh-sungguh dalam pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan utamanya dengan alasan mahu bertawakal kepada Allah.
Langgan: Entri (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar